*Emansipasi atau Penyalahan Kodrat . . . ??

                Tanggal 21 April, Begitu bermakna bagi perjalanan perempuan bangsa ini. Ya benar, tepat hari ini 133 tahun yang lalu lahirlah seorang perempuan yang luar biasa dan berjasa bagi kaum perempuan hingga saat ini. Perempuan yang berjuang demi emansipasi kaumnya untuk mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan kaum laki - laki. Selain itu hasil surat menyuratnya dengan orang belanda dijadikan sebuah buku yang berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang". Tetapi apakah yang terjadi pada perempuan sekarang ini bisa dikatakan Emansipasi ataukah sebuah penyalahan kodrat sebagai perempuan ...???

“Kalau begitu, Perempuan akan selalu dibawah tingkat laki – laki, yang diurusin Cuma baju dan kecantikan. Akhirnya ditendang ke lubang dapur.” -Soe Hok Gie-

            Ungkapan Soe Hok Gie diatas seolah – olah menjadi sebuah barang yang sudah biasa, melihat realita yang sering terjadi di sekitar kita. Stigma yang tercipta di masyarakat bahwa kaum hawa biasanya hanya bergelut dengan kepulan asap dapur  akan menjadi fakta yang tak terbantahkan sampai saat ini. Sejak dahulu perempuan hanya dijadikan “alat” oleh para keluarga untuk dijadikan ujung tombak dalam menyelesaikan semua urusan yang berhubungan dengan rumah tangga. Pekerjaan menyapu, memasak, belanja,  mengepel dan sebagainya begitu lekat dengan kaum perempuan.
           
            Begitu pula dalam hal pendidikan, banyak orang – orang terdahulu beranggapan bahwa anak perempuan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi jika ujung – ujungnya akan berakhir di pelaminan dan menjadi ibu rumah tangga. Bahkan dalam pandangan masyarakat jawa, menganggap perempuan  hanya pantas untuk berada di tiga tempat: Dapur, Sumur, dan Kasur . Seiring perkembangan zaman muncul sosok perempuan yang merubah paradigma yang terjadi di masyarakat.

            Di Indonesia emansipasi kaum perempuan dimulai pada awal tahun 1990-an ketika R.A Kartini dengan mimpi – mimpinya untuk para perempuan indonesia yang tersusun dalam buku “Habis Gelap terbitlah terang” mengecam adanya perbedaan hak dan kewajiban antara laki – laki dan perempuan. Selain itu juga terdapat para perempuan aceh seperti Cut Nyak Dien, Cut Meutia dan lainnya yang dengan gigih berjuang melawan belanda meski notabenenya beliau – beliau kaum perempuan yang dianggap lemah tetapi dengan semangat juang dan kerja keras akhirnya mereka berhasil menuntaskan penjajahan belanda serta mengusirnya dari bumi Serambi Mekah.

            Setelah adanya emansipasi yang dilakukan oleh para pejuang perempuan terdahulu, pandangan kaum perempuan mulai terbuka terhadap dunia luar dan tidak cuma mengurusi urusan rumah tangga. Perubahan pun mulai terjadi. Banyak dari mereka sudah keluar dari lingkaran perbedaan gender yang membatasi hak – hak mereka dan membelenggu kebebasan mereka selama ini. Dari Menjadi TKW, Wanita Karir, Politikus, Wirausaha, Dokter, Guru dan lain sebagainya merupakan pekerjaan yang tidak lazim sebelumnya bagi perempuan ketika belum ada “emansipasi” bagi kaum perempuan. Selain itu kaum perempuan memilih bekerja juga untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
           
            Misalnya saja memilih untuk menjadi “Pahlawan devisa negara" atau TKW. Sebetulnya mereka tidak menginginkan untuk menjadi TKW tapi karena lilitan ekonomi, mereka terpaksa mengabdi kepada tuan – tuan, majikan - majikannya untuk menjadi pembantu rumah tangga di negeri seberang. Faktor tersebut sudah menjadi masalah klasik di negeri kita. Tetapi apalah daya pemerintah kita tidak bisa menyelesaikan masalah ini bahkan untuk menjamin keamanan tenaga kerja wanita yang ada di luar negeri, pemerintah pun tak mampu.

            Untuk perempuan yang berada dalam kalangan ekonomi atas misalnya. mereka lebih memilih menjadi  wanita karir atau wirausaha ketimbang mengurusi keperluan rumah tangga. Setiap hari pekerjaannya meeting, ketemu dengan klien, workshop, bisnis dan lain sebagainya. Sehingga wanita karir dan wirausaha cenderung memiliki sedikit waktu bersama keluarga. Apalagi yang kerjanya full time dari pagi hingga sore. Begitu juga yang terjadi jika menjadi dokter ataupun guru yang tidak berbeda jauh kesibukan dan waktu luang untuk keluarga di rumah.

            Fenonema selanjutnya yaitu banyak kaum wanita yang menjadi politikus. Selain itu kebanyakan dari politikus wanita terkena syndrom korupsi, mulai dari Artalyta Suryani yang terlibat dalam kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan. Bahkan, Artalyta makin populer tatkala dilakukan sidak, penjara yang dihuninya ternyata bak kamar hotel berbintang lengkap dengan berbagai fasilitasnya. Lalu Nunun Nurbaeti dengan kasus suap cek perjalanan senilai total Rp 20,8 miliar ke sejumlah anggota DPR 1999-2004 untuk memenangkan Miranda Goeltom dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Sedangkan Miranda Swaray Goeltom sendiri menjadi tersangka yang disebut - sebut sebagai otak dalam skandal cek pelawat anggota DPR bersama Nunun Nurbaeti.

              Selanjutnya yaitu kasus Mindo Rosalina Manurung dengan kasus suapnya kepada Sesmenpora Wafid Muharram dalam kasus wisma atlet Sea Games palembang yang menjerat Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazarudin. Serta yang terbaru, kasus korupsi oleh perempuan yang paling menggemparkan adalah kasus korupsi mantan putri Indonesia sekaligus artis papan atas Indonesia, Angelina Sondakh. Angie diduga terlibat dalam kasus suap wisma atlet Sea Games Palembang  yang juga melibatkan M.Nazarudin.

            Jika dilihat dari kasus – kasus korupsi politikus perempuan negeri ini, bisa disimpulkan bahwa kaum perempuanlah yang paling mudah terjerat kasus korupsi, meskipun dapat terjadi pada siapa saja bahkan laki – laki sekalipun. Apakah ini merupakan salah satu dampak negatif “emansipasi” yang dipahami oleh kebanyakan kaum perempuan saat ini ?
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Emansipasi ialah (1) pembebasan dari perbudakan  (2) persamaan hak dari berbagai aspek kehidupan masyarakat.Emansipasi wanita ialah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.
              Emansipasi yang dimaksud oleh Ibu Kartini juga dapat disimpulkan agar wanita mendapat hak yang sama dengan laki – laki dalam segala hal termasuk memperoleh hak memilih, mendapat pendidikan yang layak, mendapatkan keadilan, dan menentukan nasib sendiri, bukan yang terjadi seperti sekarang ini, emansipasi dijadikan sebagai “kedok” kaum wanita untuk dapat disetarakan dengan kaum laki – laki. Dengan mengatasnamakan emansipasi, kaum wanita, seenaknya ingin menang sendiri. Bukankah hal seperti itu merupakan penyalahan kodrat sebagai seorang wanita ?
             Pada hakikatnya wanita jauh berbeda dengan laki – laki karena wanita dan laki – laki mempunyai kelebihan dan kekurangan masing – masing. Emansipasi yang sebenarnya adalah menuntut persamaan hak dan kewajiban antara wanita dan laki – laki dalam segala aspek kehidupan tanpa melupakan kodratnya sebagai wanita bukan menuntut adanya kesetaraan gender antara wanita dan laki – laki karena sampai kapanpun wanita tidak akan pernah sama dengan laki – laki dan kodrat wanita tidak akan pernah menjadi laki – laki.
             Lantas dengan begitu mana yang lebih tepat untuk menyimpulkan semua permasalahan yang terjadi sekarang ini. Apakah hal seperti ini yang disebut emansipasi ataukah penyalahan kodrat wanita ?. Lebih dari itu, tulisan ini sama sekali  bukan untuk mendeskreditkan peran wanita yang begitu besar bagi suatu peradaban tetapi lebih kepada pemahaman gender yang sebenarnya.
             
“Tanpa wanita takkan ada bangsa manusia. Tanpa bangsa manusia takkan ada yang memuji kebesaranMu. Semua puji-pujian untukMu dimungkinkan hanya oleh titik darah, keringat dan erang kesakitan wanita yang sobek bagian badannya karena melahirkan kehidupan.”
-Pramoedya Ananta Toer -

*Tulisan ini dimuat di Buletin SUPERMASI (Suara Perjuangan Mahasiswa ITS) Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Pers Mahasiswa 1.0 Edisi 2 Bulan April 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram