Membongkar kasus tiga perjalanan dinas senilai total Rp 150 juta
Desember merupakan bulan tersibuk dalam setiap instansi/lembaga pemerintahan dalam berlomba-lomba menghabiskan dana sisa anggaran. Bisa ditengok, tingkat okupansi hotel yang begitu meningkat pada penghujung tahun lantaran dipakai sejumlah instansi untuk mengadakan perjalanan dinas, kunjungan kerja maupun seminar-seminar yang pada intinya dipergunakan untuk berfoya-foya menghabiskan sisa anggaran. Fenomena ini dipandang sebagai pemborosan karena semestinya dana sisa anggaran kembali masuk kas negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
Ironisnya, penyakit pemborosan anggaran ini mulai menjangkiti mahasiswa. Misalnya, Pelatihan Ketua UKM yang diselenggarakan LMB November kemarin. Pelatihan yang dilaksanakan di sebuah villa di daerah Tretes yang mengundang seluruh ketua dan perwakilan tiap UKM dengan jumlah 70 orang ini menelan dana hingga sekitar Rp 50 juta dengan rincian masing-masing peserta mendapat jatah anggaran sebesar Rp 750 ribu . Jatah anggaran itu dipergunakan untuk membayar tarif hotel selama dua malam, transportasi ditambah uang saku peserta sebesar Rp 100 ribu . Menurut Ketua LMB, Fajar pihaknya ditawari kemahasiswaan untuk memanfaatkan sisa anggaran yang kemudian ia sanggupi dengan mengajukan kegiatan pelatihan Ketua UKM.
Masih dalam lingkup UKM, aneka pemborosan lainnya juga diperlihatkan pada acara Sarasehan Pembina UKM yang juga bertempat di daerah Tretes. Total anggaran yang habis dalam kegiatan ini mencapai Rp 50 juta. Sarasehan yang sengaja dibuat untuk meningkatkan koordinasi antara pihak kemahasiswaan dengan para pembina UKM nyatanya malah tidak berjalan efektif. Dari 70 undangan yang sudah disebar, sekitar separuh undangan tidak bersedia hadir dengan alasan tertentu. Subiyono, Kepala Bagian Kemahasiswaan berujar dua kegiatan perjalanan dinas UKM tersebut memang tidak diprogramkan sejak awal. Diselenggarakannya acara itu guna menghabiskan alokasi anggaran pos perjalanan dinas pada BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) yang belum terpakai, yakni sekitar Rp 650 juta .
BEM ITS pun tak luput dari dugaan upaya pemborosan anggaran. Rapat kerja yang dimulai dari tanggal 21-23 Desember ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 40 juta . Dana tesebut digunakan untuk menyewa villa di Kota Batu selama tiga hari plus akomodasi 250 orang. Keseluruhan biaya sepenuhnya ditanggung anggaran dana kemahasiswaan . Anggaran sebesar itu diambil dari anggaran sisa kegiatan seuruh ormawa di ITS yang tidak terserap. Menurut Sekjen BEM ITS Umam, diadakannya raker di luar kota bertujuan untuk meningkatkan internalisasi sesama pengurus BEM ITS sebelum menjalankan mandat organisasi satu periode kedepan. Ia pun berdalih bahwa pada kepengurusan BEM ITS tahun 2011 pun juga menghabiskan uang untuk raker di luar kota sebesar Rp 15 juta sehingga wajar apabila BEM kepengurusan tahun ini juga mengadakan hal yang serupa, meski komponen biaya membengkak hingga Rp 40 juta .
Kejadian ini merupakan suatu cacatan hitam perjalan BEM ITS dan LMB dalam priode kepengurusan ini. Terlihat bahwa BEM ITS dan LMB melakukan pemborosan dengan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk melaksanakan kegiatan yang belum jelas hasil dan keefektifannya. Disisi lain terdapat beberapa saudara kita yang mesti merelakan kesempatannya berkuliah di ITS karena tidak mampu membayar uang kuliah akibat kebijakan banding UKT yang rumit. Di tengah permahasalahan tersebut, BEM ITS dan LMB malah menghambur-hamburkan uang sekitar Rp 150 juta dalam waktu 2-3 hari saja. Seolah-olah BEM ITS dan LMB menjadi raja yang hidup dengan mewah tetapi rakyat hidup dalam sengsara. Sikap eksklusif bagai tinggal di menara gading ini sudah sepatutnya kita sorot. Sudah seharusnya pula BEM ITS dan LMB peka dan prihatin melihat kondisi di sekitarnya, terlebih lagi dana yang mereka gunakan merupakan uang negara hasil cucuran keringat segenap rakyat Indonesia.
Pihak kemahasiswaanpun seharusnya turut menanggung dosa karena menawari BEM ITS dan LMB agar memanfaatkan dana sisa anggaran untuk kegiatan yang tidak diprogramkan sebelumnya. Kebiasaan birokrasi pemerintah yang ingin “bersih-bersih” anggaran sisa dengan meningkatkan intensitas kegiatan di penghujung tahun menjadi pemicunya. Kekhawatiran birokrasi kampus ialah anggaran tahun berikutnya akan dikurangi jika alokasi anggaran tahun ini tidak mampu dihabiskan.
Lantas apa bedanya BEM ITS dan LMB dengan oknum anggota DPR?
Pertanyaan yang terbersit adalah , lantas apa bedanya BEM ITS dan LMB dengan para anggota DPR yang doyan pelesiran studi banding, perjalanan dinas ataupun kunjungan kerja yang efektivitasnya dipertanyakan? Tudingan, hujatan dan cercaan yang biasanya kita alamatkan setiap kali anggota DPR melakukan studi banding ke luar negeri bisa jadi malah berbalik menyerang kita sendiri. Pemubaziran anggaran hingga Rp 100 juta lebih inilah yang menjadi sumber biang keladinya.
Apabila mencermati anggaran tahun 2014 yang sedang dibahas di DPR, biaya perjalanan dinas PNS yang naik dari Rp 24 triliun tahun 2013 menjadi Rp32 triliun. Sementara anggaran studi banding para anggota DPR untuk tahun 2014 diperkirakan naik dari Rp 150 miliar menjadi Rp 200 milliar. Anehnya, alokasi anggaran untuk perumahan rakyat hanya sebesar Rp 4,5 trilliun padahal saat ini masih kekurangan 40 juta unit rumah rakyat. Seharusnya inilah titik poin yang menjadi kritisasi kita bersama, bukan malahan kemudian meniru tabiat anggota DPR dengan ikut-ikutan mengatrol anggaran rapat!
Sebetulnya, disisi lain, sejak tahun 2012 pemerintah sudah mencanangkan pemotongan anggaran perjalan dinas di seluruh kementrian dan lembaga karena dirasakan penggunaan dana ini tidak efektif dan efesien. Pemotongan perjalanan dinas merupakan salah satu acuan efisiensi yang harus dijalankan agar Kementerian atau Lembaga lebih efisien mengelola anggaran. Seperti yang dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, belau melakukan penghematan anggaran dengan memotong biaya pengadaan seragam untuk eselon 2 dan 3. Serta tidak ada kegiatan acara pejabat atau dinas yang digelar di hotel. Dengan melakukan kebijakan tersebut beliau berhasil melakukan penghematan anggaran hingga 20-25 persen. Dari situ, Surabaya mampu memberikan subsidi secara cuma-cuma di sekolah, memberikan makanan gratis kepada anak yatim, orang tidak mampu, dan para penderita cacat.
Jika ini sudah dilakukan oleh pemerintah kita, kenapa mahasiswanya malah melakukan pemborosan dana untuk kegiatan yang masih belum jelas hasil dan keefektifannya. Lantas diman peran mahasiswa yang diagung-agungkan itu? Kita seharusnya malu melihat fenomena ini, dimana mahasiswa yang seharusnya mengontrol kebijakan pemerintah, malah justru kita yang merusak dan menggerogoti sistem dari dalam. Jika ini berlangsung secara terus-menerus bagaimana nasib kedepannya bangsa ini?
Meskipun anggaran yang digunakan adalah dana sisa anggaran, tidak sepatutnya dihabiskan secara percuma. Uang ratusan juta dihabiskan dalam tempo dua tiga hari bukanlah nominal kecil. Ada mekanisme pengembalian sisa anggaran yang tidak terserap yang diatur dalam UU APBN yang disahkan tiap tahunnya. Dalam UU No.19 Tahun 2012 jelas tertera pada Pasal 35 bahwa sisa anggaran lebih (SAL) akan dialokasikan untuk anggaran dana tahun berikutnya. Selain itu dana sisa ini dapat digunakan untuk kegiatan yang dananya bersumber dari SBSN (Surat Berharga Syariah Negara), kegiatan yang dananya bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, pembangunan infrastruktur serta reabilitasi dan rekonstruksi bencana alam, dan penanggulangan kemiskinan melalui PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat).
Betulkah BEM ITS Melanggar KD KM ITS?
Berdasarkan penelusuran Satu Kosong, dana yang digunakan untuk kegiatan Raker BEM ITS di Batu menggunakan dana sisa ormawa yang tidak terserap. Dimana dana itu notabene merupakan hak semua ormawa yang kemudian diambil secara sepihak oleh BEM ITS tanpa pemberitauan terlebih dahulu kepada ormawa lainnya. Jelas ini merupakan kekeliruan karena anggaran itu jelas bukanlah haknya. Sedangkan KM ITS berhak tahu mengenai transparansi keuangan mereka. Apabila memang benar, lalu dimana peran BEM ITS seperti yang diamanatkan dalam MUBES IV sebagai fungsi instruktif-koordinatif terhadap ormawa dibawahnya. Bukankah dana itu juga hak mereka?
Generasi Iron Stock
Sudah semestinya setiap anggaran yang dikeluarkan untuk program kegiatan harus dipikirkan secara matang keefektivannya. Sebagai mahasiswa yang mempunyai peran fungsi Iron Stock, dari sejak dini sudah sepatutnya kita benar-benar mampu memegang titipan anggaran rakyat dengan bijaksana dan jangan sampai terjerembab pada patgulipat permainan anggaran yang berorientasi pada keuntungan golongan maupun pribadi.
[Redaksi LPM Satu Kosong ITS]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar